Rabu, 09 Januari 2013

34. MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN


PENTINGNYA REGULASI PERBANKAN
Hubungan Bank dan Risiko
· Bank adalah sebuah institusi yang memiliki surat izin bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman, dan menerima serta menerbitkan check.
· Risiko didefinisikan sebagai peluang terjadi bad outcome (hasil yang buruk), dan besarnya peluang dapat diestimasikan.
· Risk event (kejadian risiko) adalah terjadinya suatu peristiwa yang menciptakan potensi terjadinya kerugian (hasil buruk).
· Risk loss (risiko kerugian) adalah kerugian yang terjadi sebagai dampak langsung atau tidak langsung dari kejadian risiko. Kerugian tersebut dapat bersifat finansial atau non-finansial.

Bank Bersifat Khusus
Bank disebut bersifat “khusus” karena permasalahan di perbankan bisa mengakibatkan dampak yang serius bagi perekonomian. Bank sebagai perantara (intermediary), artinya, bank adalah sebuah lembaga untuk menyalurkan dana deposito dari nasabah kepada perusahaan-perusahaan (yang berupa suatu pinjaman). Apabila pinjaman yang diberikan bank ternyata tidak dapat dikembalikan oleh perusahaan, hal in akan menimbulkan insolvabilitas (insolvency) yang akan merusak modal pemegang saham (shareholder equity) dan dana dari nasabah. Hal itu disebabkan karena bank memiliki rasio utang terhadap modal (gearing) yang tinggi (highly geared / highly leveraged).
Tidak seperti perusahaan keuangan, maupun industri lain, regulasi bagi industri perbankan tidak hanya mencakup produk dan jasa yang ditawarkan, tetapi juga mencakup lembaga bank itu sendiri. Hal ini karena kegagalan bank akan memberikan dampak jangka panjang yang mendalam terhadap perekonomian.
Berkaitan dengan hal tersebut, otoritas pengawas perbankan (supervisor) menetapkan:
a. Struktur Modal
Struktur modal adalah cara bank untuk mendanai bisnisnya, biasanya melalui kombinasi pemberian saham, obligasi, dan penerimaan pinjaman.
b. Persyaratan Modal Minimum
Sebuah bank dikatakan memiliki modal yang cukup jika bank tersebut memiliki sumber daya finansial yang memadai untuk mengantisipasi potensi kerugianna.
c. Tingkat Likuiditas Minimum
Bank dikatakan memiliki likuiditas yang cukup jika bank tersebut memiliki sumber daya finansial yang memadai untuk mendanai aktivanya (asetnya) dan memenuhi kewajibannya saat jatuh tempo.
d. Jenis dan Struktur Pemberian Kredit

Bank, Risiko Sistematik, dan Perekonomian
Risiko sistemik adalah risiko di mana kegagalan sebuah bank tidak hanya berdampak langsung terhadap karyawan, nasabah, dan pemegang saham, tetapi bahkan dapat menghancurkan perekonomian. Hal ini lebih dikenal dengan sebutan “run on a bank” atau “bank rush”, yaitu penarikan dana besar-besaran dari bank.
“Run on a bank” terjadi ketika bank tidak mampu memenuhi kewajibannya, atau dengan kata lain bank tidak memiliki dana kas yang cukup untuk membayar kembali nasabah yang ingin menarik dananya (ada masalah solvabilitas). Solvabilitas dari suatu bank tidak hanya menjadi perhatian pemegang saham, nasabah, maupun karyawan, tetapi juga pihak-pihak yang bertanggung jawab mengatur ekonomi.
Sebelum tahun 1930-an, “run on banks” dan masalah solvabilitas relatif sering terjadi. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mengendalikan bank melalui regulasi, dengan memastikan bahwa bank memiliki modal dan memiliki likuiditas yang mencukupi.
Bank sentral sebagai supervisor harus memastikan bahwa bank dapat:
· memenuhi sejumlah permintaan dari deposan yang ingin dananya dikembalikan, tanpa perlu mencairkan pinjamannya (menjual asetnya), dan
· mempertahankan tingkat kerugian yang masuk akal sebagai akibat dari lemahnya sistem pemberian pinjaman atas siklus ekonomi yang turun. Misalnya, dapat bertahan saat resesi.
Sebelumnya tingkat kecukupan modal dan likuiditas tidak diterapkan secara tegas, hanya dihubungkan dengan persentase dari kredit (pinjaman). Namun, ada ‘missing link’(suatu keterkaitan yang hilang dalam menghitung tingkat modal yang cukup bagi bank, yaitu besarnya risiko yang diambil bank. Semakin tinggi risiko yang diambil semakin besar potensi kerugian yang dihadapi. Dengan demikian, semakin besar modal yang harus disediakan. Bank mengambil risiko yang lebih besar, karena mengharapkan keuntungan (margin) yang lebih besar (high risk high return / reward).
Ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban dan membayar kembali nasabah yang ingin menarik dananya dapat terjadi karena:
· Risiko kredit yang buruk
· Persepsi dari sebagian nasabahnya (bersifat tidak nyata)
· Gejolak ekonomi (economic shock), sehingga debitur macet akan meningkat secara signifikan
Bank masih akan terkena risiko perekonomian negara, walaupun sudah melakukan diversifikasi portofolio kreditnya.
Pada dasarnya, perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh:
· External shock (guncangan eksternal), misalnya bencana alam atau peristiwa karena perbuatan manusia; dan
· Economic mismanagement (pengelolaan ekonomi yang buruk).
Memburuknya perekoniman suatu negara berdampak pada meningkatnya jumlah kredit macet. Hal ini disebabkan oleh kenaikan suku bunga, penurunan kinerja perusahaan, dan kenaikan tingkat pengangguran. Beberapa hal yang dapat dilakukan bank untk mengurangi dampak tersebut adalah:
· Mematuhi peraturan (termasuk Basel II);
· Membuat skenario atas economic shocks;
· Memiliki tingkat modal yang cukup untuk menjaga dari dampak economic shocks;
· Memperkirakan tingkat kredit macet dan memastikan bahwa tersedia modal yang mencukupi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar