Dalam ilmu sosial, manusia disebutkan
sebagai makhluk social (zoon
politicon) yang mempunyai kebutuhan untuk hidup
berkelompok, bersama-sama, berinteraksi satu sama lain, berkomunikasi dan
saling membutuhkan sekaligus saling mempengaruhi. Setiap individu merupakan
satu subyek yang berdiri sendiri, namun dia tidak mungkin bisa terlahir kedunia
ini tanpa adanya perantaraan orang lain diluar dirinya. Karena itu setiap orang
merupakan bagian atau “onderdil” dari suatu masyarakat/kelompok. Sebab itu pula
kehidupan masing-masing orang juga ditentukan (determiner) serta dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.
Organisasi
dan Dinamika Berkelompok
Kata organisasi merupakan kata yang sudah sangat akrab ditelinga setiap
orang, konon lagi bagi mahasiswa yang berjiwa aktivis, organisasi sudah tentu
menjadi wadah yang senantiasa mengasah kreativitas sekaligus tempat yang sangat
tepat untuk aktualisasi diri. Hanya saja dalam banyak kasus ditemukan masih
banyak kita (mahasiswa) yang tersentak ketika diminta menjelaskan pemahaman
organisasi itu sendiri, baik pemaknaan maupun tujuannya.
Sekedar kilas balik, organisasi secara
umum dapat didefinisikan dengan perkumpulan individu yang terdiri dari dua atau
lebih dan memiliki cita-cita yang sama yang ingin dicapai secara bersama-sama,
dimana kehadiran masing-masing individu mempunya arti serta nilai bagi individu lainnya. Keberadaan setiap orang dalam organisasi adalah
saling mempengaruhi yang kemudian melahirkan aksi-aksi dan reaksi-reaksi secara
timbal balik (feed back), inilah yang disebut dengan dinamika organisasi atau kelompok.
Salah satu unsur yang esensial dan substansial dalam kehidupan berkelompok
atau berorganisasi adalah sikap interdependensi satu anggota dengan anggota
lainnya, yaitu saling ketergantungan, dimana setiap anggota harus bisa bekerja
sama dengan anggota yang lain di interternal organisasi atau dengan pihak lain
diluar organisasi. Karena itu semboyan “sadar diri sadar peran” sangat penting
dipahami oleh setiap anggota organisasi agar tidak terjadi duplikasi atau salah
peran dalam pencapaian tujuan organisasi.
Manfaat
organisasi bagi individu
Setelah memahami pemahaman organisasi, tentu saja pertanyaan berikutnya
adalah apa fungsi bagi setiap individu (baca: mahasiswa) terlibat dalam
organisasi?. Jawaban dari pertanyaan ini akan berbeda-beda dari orang yang satu
dengan lainnya, hal itu sangat tergantung dari misi atau cita-cita awal sebuah
organisasi dibentuk atau setiap individu ikut dalam suatu organisasi.
Pengalaman penulis ketika menginterview
(screening test) calon Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), beragam jawaban muncul
dari sang mahasiswa saat dikejar dengan pertanyaan diatas, ada yang mengatakan
dengan berorganisasi akan mendapat banyak kawan baru, berani berbicara di depan
orang banyak, dengan berorganisasi akan mudah mendapatkan pacar, dan
sebagainya.
Secara ilmiah dan empirik, fungsi
organisasi bagi individu diantaranya, adalah memberikan ruang hidup psikologis serta ruang
sosial yang akan memunculkan “sence of
belonging” untuk berprestasi dan bekerjasama, melahirkan semangat
kesetiakawanan social, loyalitas serta esprit de corps, memberikan
rasa aman (sekuritas), mendapatkan status sosial (merasa dihargai, diakui,
diterima, mendapat posisi social serta pnghargaan dari lingkungan),
pemikiran/wawasan menjadi lebih luas dan berkembang dengan masukan, ide,
pendapat yang berbeda antar anggota, maupun mendapatkan pengalaman baru dalam
kehidupan sosial.
Fenomena
Organisasi Kemahasiswaan
Sepanjang sejarah baik di negara
maju maupun negara berkembang, gerakan organisasi dan kepemimpinan mahasiswa
memainkan peranan penting dalam gerakan pembaharuan (agent of change) bangsa di tengah-tengah gerakan pembangunan, termasuk pada masa
pemberontakan dan revolusi. Hal itu disebabkan para mahasiswa aktivis pada
kenyataannya merupakan kekuatan
sosial, kekuatan moral, dan sekaligus kekuatan politik yang dilandasi dengan semangat tri darma perguruan tinggi.
Menurut Taruna Ikrar, fenomena gerakan
mahasiswa dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe;pertama, mahasiswa “kutu buku”, yaitu mahasiswa yang hanya beroreintasi pada akademik atau hanya mengejar
indeks prestasi semata tanpa menghiraukan aktivitas lain dalam lingkungan
kampus.Kedua, mahasiswa “fungsionaris kampus”, yaitu mereka yang sibuk dengan aktivitas organisasi kampus dengan harapan
atau iming-iming nantinya direkrut menjadi dosen di kampusnya. Ketiga tipe“aktivis
kampus”, aktif dalam kehidupan kampus tapi
mereka tidak duduk dalam suatu lembaga kemahasiswaan, dan keempat, mahasiswa “pragmatis”, biasanya mahasiswa seperti ini hanya ingin terlibat dalam aktivitas dunia
mahasiswa jika membawa keuntungan material (provit oriented).
Dalam konteks ke-Acehan kini, tidak dapat dibantah bahwa sudah sangat
banyak tokoh-tokoh muda, misalnya; Muhammad Nazar dengan SIRAnya diawal
reformasi, Islamuddin dengan SMURnya, yang nota bene aktivitis kampus
yang muncul kepermukaan sebagai sosok fenomenal dalam gerakan-gerakan
pembangunan daerah yang dilakukan pemerintah. Banyaknya organisasi mahasiswa
diluar kampus yang muncul, seperti GPP, SMUR, SIRA, HMI, KAMMI, dan sebagainya
ternyata telah memberikan warna baru tersendiri dalam dinamika politik dan
pembangunan.
Kesemua sosok muda pembaharuan bangsa, baik ditingkat lokal maupun nasional
adalah mereka yang berasal dari organisasi kemahasiswaan dari berbagi perguruan
tinggi di Aceh maupun luar Aceh, artinya bahwa tokoh-tokoh muda itu adalah
orang muda yang sudah cukup mapan bergelut serta melakukan proses aktualisasi
diri yang panjang dalam organisasi mahasiswa. Karenanya jarang sekali ditemukan
adanya tokoh yang muncul secara solo atau tanpa background organisasi.
Pengembangan kualitas mahasiswa tentu tidak bisa juga semata-mata dititik
beratkan pada keterlibatan seorang mahasiswa dalam organisasi baik intra kampus
maupun ektra kampus. Namun sangat dipengaruhi juga oleh faktor motivasi diri
yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka menstimulasi atau menggali
potensi diri yang dimilikinya. Dalam hal peningkatan kualitas kemahasiswaan,
keterlibatan si mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan haruslah ditempatkan
pada satu sisi sebagai media motivasi diri yang berasal dari luar untuk
memunculkan potensi diri yang ada, artinya keinginan seseorang atau mahasiswa
berorganisasi tidak semestinya dimaknai sebagai langkah meraih kekuasaan
semata.
Kalau itu (kekuasaan) yang menjadi
cita-cita awal mahasiswa terlibat dalam organisasi, maka saya kira hal itu
harus ditinjau kembali. Ingat semboyan “kezaliman yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebenaran yang
terkotak-kotak/cerai berai”. Nah paling tidak mulai
sekarang kita niatkan diri kita berorganisasi selain untuk mengasah potensi dan
aktualisasi diri, juga untuk melawan kezaliman yang terorganisir, dengan begitu
semboyan tersebut dibalik menjadi “kebenaran yang terorganisir akan mampu mengalahkan kezaliman yang
terorganisir”.
Sebagai penutup penulis berpesan; Organisasi janganlah dijadikan tempat
pelarian sebagai jawaban dari penyataan “daripada tidak ada kerjaan” atau
“sekedar mengisi waktu luang”. Galilah potensi anda lalu kembangkan minat dan
bakat secara optimal. Introspeksi diri lebih baik daripada selalu menyalahkan
orang lain. Nikmatilah kebahagiaan dimanapun hati berlabuh. Hindari sombong
apalagi angkuh. Optimislah selalu dan belajar berfikir positif…!!! Selamat
berjuang kawan !
Diintisarikan dari Lailan F. Saidinan pada Materi Kegiatan Pelatihan
Kepemimpinan Organisasi Kemahasiswaan bagi pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa
(DEMA) Tarbiyah STAIN Malikussaleh Lhokseumawe, pada tanggal 04 Maret 2012 Aula
kampus Lancang garam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar