Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement),
adanya ketegangan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan
lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi
antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat
memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya
kebutuhan dan tujuan masingmasing.
Subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan
kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi
kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan.
Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya,
tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi
(personality clashes).
Konflik
organisasi ( organizational conflict ) Adalah ketidak sesuaian antara dua atau
lebih anggota atau kelompok – kelompok organisasi, biasanya timbul karena
adanya kenyataan berbeda bagi mereka tentang pembagian sumberdaya yang
terbatas, status, tujuan, nilai atau persepsi dan kegiatan – kegiatan.
- Konflik biasanya timbul karena
tiga masalah yaitu:
- masalah komunikasi .
- hubungan pribadi .
- struktur organisasi.
- Suatu konflik muncul dalam
sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi
yang kurang baik. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari
ketrampilan interpersonalnya, yaitu kemampuan untuk menangani dan
menyelesaikan konflik.
Cara atau
Taktik Mengatasi Konflik
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul.
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul.
Diatasi oleh pihak-pihak yang
bersengketa:
Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak
lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual
serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan
norma dan standar keadilan yang berlaku.
Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang
dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat
diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa
mengemukakan janji secara eksplisit.
Pemecahan masalah terpadu: Usaha
menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran
informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur.
Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara
bersama de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
Penarikan diri: Suatu penyelesaian
masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini
efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak
efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
Pemaksaan dan
penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih
efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain.
Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau
bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah
satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.
Intervensi (campur tangan) pihak ketiga:
Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
Intervensi (campur tangan) pihak ketiga:
Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga
mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari
pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara
sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi
atau tindakan destruktif.
Penengahan (mediation): Menggunakan
mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu
mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan
memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara
terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku
mediator.
Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki
hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk
menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan
tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk
meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu
dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang
menjadi pokok sengketa.
Hal-hal yang Perlu Diperhati-kan Dalam
Mengatasi Konflik:
1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.
1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.
PERANAN
KONFLIK
· Konflik
merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Pendekatan yang baik
untuk menggambarkan proses suatu konflik suatu konflik antara lain sebagai
berikut :
- Antecedent Conditions or latent
Conflict
- Merupakan suatu kondisi yang
berpotensi menyebabkan atau mengawali suatu terjadinya konflik.Pada
kondisi seperti ini dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi
untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi.
- Perceived Conflict
- Agar konflik dapat berlanjut,
kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam
dalam batas-batas tertentu.
- Felt Conflict
- Persepsi berkaitan erat dengan
perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik
secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa
takut, maupun kegusaran akan bertambah.
- Manifest Conflict
- R eaksi yang mungkin muncul
pada tahap ini; argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat
baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.
- · Conflict Resolution or Suppression
- Conflict resolution atau hasil
suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin
mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut.
- Conflict Alternatif
- Ketika konflik terselesaikan,
tetap ada perasaan yang tertinggal.
- · Menurut
Ross (1993)
- Manajemen konflik merupakan
langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka
mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin
atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif,
bermufakat, atau agresif.
- Stephen P. Robbins-1974
- “ Managing organizational
conflict ” mengemukakan bahwa perbedaan pandang antara pandangan lama
tantang konflik yang disebutnya pandangan tradisional dan pandangan baru
tentang konflik yang disebutnya pandangan interaksionis.
- Minnery (1980)
- M anajemen konflik merupakan
proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar