Organisasi sebagai suatu sistem
terdiri dari komponen-komponen (subsistem) yang saling berkaitan atau saling
tergantung (interdependence) satu sama lain dan dalam proses kerjasama
untuk mencapai tujuan tertentu (Kast dan Rosenzweigh, 1974). Sub-sub
sistem yang saling tergantung itu adalah tujuan dan nilai-nilai (goals
and values subsystem), teknikal (technical subsystem), manajerial
(managerial subsystem), psikososial (psychosocial subsystem), dan subsistem
struktur (structural subsystem). Dalam proses interaksi antara suatu subsistem
dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau
kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja
muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi.
Banyak
faktor yang melatarbelakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara
lain: sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang
“buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang
akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik yang menyebabkan
organisasi mempunyai perilaku yang tidak sesuai dengan sasaran dan tujuan dari
organisasi tersebut,. Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan
kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang
saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi.
Perilaku
organisasi adalah bidang ilmu yang menyelidiki dampak dari pengaruh
individu,kelompok, dan stuktur dalam organisasi terhadap perilaku orang-orang
yang terlibat di dalamnya yang bertujuan untuk mengaplikasikan pengtahuan
tersebut dalam meningkatkn efektivitas organisasi (Robbins, 1993). Perilaku
organisasi ini sangat mempengaruhi penampilan organisasi. Karena perilaku
organisasi ini biasanya berhubungan dengan perusahaan, tidak mengherankan bila
perilaku yang dipelajari dalam perilaku organisasi ini adalah yang berhubungan
dengan pekerjaan, tugas-tugas tertentu, mangkir kerja, perpindahan kerja, dan
manajemen.
Namun,
sebagaimana dikatakan oleh Gibson, et al. (1997:437), selain dapat menciptakan
kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik, sehingga
organisasi menjadi menyimpang. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen
organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling
bekerjasama satu sama lain.
Perlu diingat bahwa
konsep-konsep tentang perilaku organisasi harus mereflesikan
kemungkinan-kemungkinan dalam situasi tertentu. Misalnya, dalam pengambilan
keputusan, dalam situasi-situasi tertentu model partisipatif dianggap lebih
superior, tetapi dalam situasi-situasi yang lain model autokratik dianggap
lebih efektif. Dalam soal kepemimpinan, efektivitas tipe kepemimpinan tertentu
bisa berubah-ubah (contigent) tergantung dari situasi pada saat tipe tersebut
digunakan.
Perilaku
organisasi memang dapat meramalkan perilaku seseorang di dalam organisasi pada
waktu dan situasi tertentu sehingga memungkinkan penyelesaian masalah yang
paling cocok berdasarkan ramalan tersebut. Akan tetapi, pada waktu dan situasi
yang lain ramalan tersebut bisa tidak berlaku lagi dan usulan penyelesaian pun
harus berbeda. Pokoknya, hanya sedikit sekali yang bersifat absolute dalam
perilaku organisasi.
Dalam
praktiknya, system social di dalam organisasi terdiri dari dua jenis, yaitu
system social yang formal (official) dan system social yang informal
(unofficial). Adanya system social ini menunjukkn bahwa lingkungan organisasi
itu selalu berubah secra dinamis, bukannya sesuatu yang statis. Oleh karena
itu, senua bagian dalam system social itu saling terkait dan akan sangat
penting atinya dalam melakukan analisis tentang isu-isu perilaku
oraganisasi.hal ini akan membantu pengertian kita dan kemampuan manajemen kita
dalam masalah-masalah perilaku organisasi.tu pengertian kita dan kemampuan
manajemen kita dalam masalah-masalah perilaku organisasi.
Berdasarkan
latar belakang di atas dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Tantangan apakah yang di hadapi perilaku organisasi pada era globalisasi?
2. Bagaimanakah cara manajer suatu organisasi atau perusahaan dalam
menyelesaikan konflik antar kelompok yang terjadi di dalam perusahaan ataupun
organisasi tersebut.
A. Tantangan Peilaku Organisasi Pada Era Globalisasi
Ada dua isu pokok yang menjadi focus perubahan pada tahun 90-an, yaitu
inovasi dan penguatan motivasi intrinsic (empowermwnt) pada karyawan
perusahaan. Dalam kompetisi global yang mendunia secara dinamis, organisasi
yang inovatif itu lebih adaptif dan lebih besar kemungkinannya untuk maju.
Demikian juga, jika perusahaan menginginkan lebih efisien dan responsive, manajemen
dapat memotng biaya, meningkatkan motivasi karyawan, dan meningkatkan
produktivitas dengan jalan memperkuat barisan tenaga kerjanya.
Pemahaman mengenai pentingnya perilaku organisasi oleh para manajer
diperlukan sekali pada saat ini mengingat begitu cepatnya perubahan-perubahan
yang terjadi dalam organisasi. Umpamanya, meratanya jumlah karyawan yang lebih
tua karena panjangnya harapan hidup, makin bertambahnya karyawati di tempat
kerja, restrukturisasi perusahaan dan penghematan yang sering merenggangkan
ikatan kesetiaan karyawan kepaa pimpinan, dan kompetisi global yang memerlikan
karyawan yang fleksibel, inovatif, dan bisa mengatasi perubahan yang terjadi
secara cepat. Dengan kata lain, akan terjadi banyak tantangan dan kesempatan
dalam perilaku organisasi pada masa depan. Isu kritis untuk para manajer, yang
memerlukan perilaku organisasi dalam membantu penyelesaiannya, setidak-tidaknya
ada kesadaran atau intropeksi menuju penyelesaian.
Adapun
tantangan yang dihadapi oleh perilaku organisasi pada era globalisasi ini
yaitu:
1. Keanekaragaman Tenaga Kerja
Organisasi dan perusahaan-perusahaan yang ada saat ini menjadi lebih
heterogen dalam masalah jenis kelamin, kesukuan, dan kebangsaan.keragaman juga
mencakup masalah ketidaknormalan seperti cacat fisik, homoseksualitas, ketuaan,
dan kelebihan berat badan. Keanekaragaman tenaga kerja ini memiliki implikasi
yang penting dalam praktik manajemen. Para manajer perlu mengubah filosofinya,
dari memperlakukan semua karyawan secara sama menjadi mengenal perbedaan-perbedaan
yang memerlukan respons yang berbeda pula dengan cara-cara yang bisa
mempertahankan atau meningkatkan produktivitas kerja, tanpa terkesan melakukan
diskriminasi. Kalau dimanajemeni secara positif, keanekaragaman tenaga kerja
dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi di dalam perusahaan atau organisasi.
Akan tetapi, kalau keanekaragaman ini tidak dimanajemeni secara tepat, bisa
menyebabkan meningkatnya angka pindah kerja, konflik antarkaryawan, dan
kesulitan dalam komunikasi.
2. Penurunan Kesetiaan
Karyawan perusahaan dahulu memiliki kepercayaan bahwa perusahaan akan
memberikan penghargaan untuk kesetiaan dan pekerjaan baik mereka, dengan
keamanan kerja, kenaikan gaji/upah dan berbagai keuntungan lainnya. Tetapi, di
negara-negara maju khususnya, sejak pertengahan tahun 80-an, sebagai respons
terhadap kompetisi global, pengambilalihan perusahaan, pembajakn tenaga ahli,
dan semacamnya, perusahaan mulai membuang kebijakan lama tentang keamanan
kerja, senioritas, dan kompensasi. Mereka menerapkan kebijakan optimasi dan
efisiensi dengan cara menutup beberapa pabrik, memindahkan perusahaan ke luar
negeri, menjual atau menutup perusahaan-perusahaan yang kurang menguntungkan
dan merumahkan seluruh lapisan manajemen.
Perubahan-perubahan ini mengakibatkan menurunnya kesetiaan karyawan. Dalam
penelitian terakhir pada karyawan di Amerika Serikat, 57% di antara mereka
mengatakan bahwa perusahaan sendiri kurang setia kepada karyawannya sekarang
ini dibandingkan sepuluh tahun yang lalu (Traub, 1990). Tentu saja, komitmen
karyawan terhadap perusahaan menjadi berkurang karena perusahaan sendiri
menunjukkan penurunan komitmen kepada karyawannya. Tantangan yang penting dalam
perilaku organisasi yang akan dihadapi oleh para manajer adalah menciptakan cara-cara
terbaik untuk memotivasi karyawan yang kurang komitmennya terhadap perusahaan,
sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kemampuan organisasi dalam kompetisi
global.
3. Kekurangan Tenaga Kerja
Diramalkan, kalau tidak terjadi penurunan ekonomi yang mendadak (krisis
ekonomi), pasaran tenaga kerja dalam 15-20 tahun mendatang akan menjadi bidang
usaha yang empuk bagi para penyalur tenaga kerja, terutama tenaga-tenaga kerja
yang terlatih dan professional. Perusahaan-perusahaan harus memikirkan kembali
kebijakan tentang rekruitmen, pelatihan, kompensasi, dan berbagai keuntungan
karyawan lainnya. Jika nantinya lebih banyak pekerjaan yang ditawarkan daripada
tenaga-tenaga terlatih untuk mengisinya, perusahaan harus memiliki kebijakan
yang progresif tentang sumber daya manusia dan manajemennya juga harus memiliki
keterampilan dalam aspek kemanusiaan karyawan, agar dapat diperoleh dan
dipertahankan karyawan-karyawan yang terbaik kualitasnya.
4. Kekurangan Keterampilan
Sejalan dengan kekurangan tenaga kerja,kenyataan
lain menunjukkan bahwa sejumlah besar pencari kerja ternyata tidak memiliki
keterampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Hal serupa ini dialami juga oleh
sebagian besar pencari kerja di Indonesia. Di satu pihak, angka pengangguran
meningkat tajam. Di pihak lain, banyak lowongan kerja professional yang
tidak dapat diisi oleh tenaga-tenaga bangsa sendiri, tetapi diisi oleh bangsa
asing. Para manajer dituntut untuk lebih bertanggungjawab memenuhi kebutuhan
karyawan-karyawan terampil dan mempertahankan mereka agar tidak pindah kerja
pada perusahaan asing.
5. Stimulasi Inovasi dan Perubahan
Sekarang ini perusahaan-perusahaan yang ingin sukses harus memelihara dan
meningkatkan inovasi serta menguasai seni perubahan. Bila tidak melakukan
langkah-langkah tersebut, mereka akan menghadapi kebangkrutan. Keberhasilan
akan diperoleh oleh perusahaan-perusahaan yang memepertahankan fleksibilitas,
meningkatkan kualitas secara terus-menerus, dan mengalahkan saingan di pasaran
dengan produk dan jasa yang inovatif secara konstan. Para karyawan perusahaan
itu sendiri bisa menjadi pencetus inovasi dan perubahan atau malah menjadi
penghalang untuk hal-hal serupa itu. Dalam hal ini, menstimulasi kreativitas
dan toleransi para karyawan untuk suatu peubahan menjadi tantangan bagi para
manajer. Bidang perilaku organisasi di sini adalah memberikan berbagai kekayaan
ide dan teknik untuk membantu merealisasikan tujuan ini.
B. Mengelola Konflik Antar Kelompok
Konflik akan terjadi sejalan dengan meningkatnya konpleksitas organisasi,
oleh karenanya maka manajer atau pimpinan organisasi harus mampu untuk
mengendalikan konflik yang disfungsional yang terjadi dalam organisasi. Karena
konflik seperti itu dapat menurunkan prestasi organisasi dan berpengaruh juga
tentunya terhadap perilaku organisasi. Kemempuan untuk mengendalikan konflik
yang terjadi dalam organisasi membutuhkan keterampilan manajemen tertentu. Ada
empat strategi yang dapat dipergunakan untuk mengurangi konflik yang terjadi
dalam oganisasi, yaitu strategi penghindaran, strategi intervensi kekuasaan,
strategi penggembosan, dan strategi resolusi.
1. Strategi Penghindaran
Strategi penghindaran pada
umumnya tidak mempertimbangkan sumber-sumber konflik tetapi membiarkan konflik
tetap ada dalam kondisi yang terkendali. Dua strategi penghindaran yang dapat
dilakukan adalah mengabaikan konflik yang terjadi dan melakukan pemisahan
secara fisik.
a. Mengabaikan
konflik
Jika konflik yang terjadi tidak begitu berat dan tidak berbahaya,
manajer/pimpinan biasanya mengabaikannya dan seakan-akan konflik tersebut tidak
ada. Pimpinan organisasi tidak mengidentifikasi sebab timbulnya konflik maupun
menyelesaikannya dan strategi ini efektif jika situasi konflik tidak memburuk.
b. Pemisahan secara fisik
Jika
dua kelompok yang bermusuhan secara fisik dipisahkan maka permusuhan dan agresi
secara terbuka dapat dikurangi. Strategi pemisahan secara fisik efektif hanya
jika kedua kelompok tidak memerlukan adanya interaksi dan pemisahan mengurangi
gejala dari konflik. Akan tetapi jika dua kelompok tersebut memerlukan
interaksi dalam melaksanakan tugasnya, maka strategi pemisahan hanya akan
menyebabkan prestasi yang buruk.
2. Strategi intervensi kekuasaan
Ketika kelompok-kelompok yang
sedang mengalami konflik tidak mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di
antara mereka, beberapa bentuk dari penggunaan kekuasaan dapat dipergunakan.
Sumber kekuasaan dapat berasal dari hirarkhi yang lebih tinggi di dalam
organisasi dalam bentuk perintah otoritatif, dan dengan manuver-manuver
politik.
a. Menggunakan
perintah otoritatif dan penerapan peraturan
Jika konflik yang terjadi terlalu besar untuk diabaikan, maka manajer atau
pimpinan yang lebih tinggi dapat mengendalikan atau menyelesaikan konflik
dengan menggunakan perintah otoritatif. Dalam keputusan secara sepihak agar
konflik tidak terjadi kembali maka perintah otoritatif perlu disertai dengan
ancaman seperti pemecatan atau pemindahan ke kelompok yang lainnya. Pimpinan
diatasnya juga dapat menerapkan peraturan dan prosedur yang membatasi konflik
pada tingkat yang dapat diterima.
b. Manuver Politik
Dua kelompok yang mengalami konflik dapat memutuskan untuk mengakhiri
konflik dengan melakukan maneuver-manuver politik dimana masing-masing kelompok
mencoba untuk menghimpun kekuatan untuk memaksa kelompok yang lainnya. Proses
demokratis yang biasanya dipergunakan adalah membawa is tersebut ke dalam
pemungutan suara.semua kelompok berupaya untuk mempengaruhi hasil dari
pemungutan suara tersebut dengan meminta dukungan dari pihak luar. Pemecahan
konflik dengan cara ini akan meningkatkan situasi menag-kalah, sementara sumber
dari konflik tidak dieliminir. Pihak yang kalah akan merasa denda dan terus
menentang piahak yang menang.
3. Strategi
penggembosan
Strategi penggembosan mencoba
untuk mengurangi tingkat emosional dan kemarahan dari konflik pihak-pihak yang
sedang mengalami konflik. Focus dari strategi penggembosan umumnya hanya pada
permukaannya saja dan tidak sampai menyentuh pada akar dari permasalahannya.tiga
strategi penggembosan yang dapat dilakukan adalah pelunakan, kompromi, dan
mengidentifikasi musuh bersama.
Proses pelunakan dilakukan dengan cara menonjolkan
kesamaan-kesamaan dan kepentingan bersama di antara kelompok-kelompok yang
sedang mengalami konflik, dan sebaliknya memperkecil perbedaan-perbedaan di
antara mereka. Dengan menekankan pada kesamaan dan kepentingan bersama membantu
kelompok yang sedang mengalami konflik untuk melihat tujuannya tidak jauh
berbeda dan ada sesuatu yang didapat dengan bekerjasama. Sekalipun pelunakan
mampu untuk menyadarkan kelompok tentang tujuan bersama mereka, hal ini
hanyalah penyelesaian yang bersifat sementara karena cara ini tidak
menyelesaikan sumber yang melandasi konflik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar