Rabu, 31 Oktober 2012

22. DESENTRALISASI DALAM ADMINISTRASI PUBLIK DAN LITERATUR MANAJEMEN PUBLIK

Mentransfer teori kontingensi ke dalam sektor publik kontemporer, harus ada perubahan dalam desentralisasi dengan meningkatkan atau mempertahankan kinerja pemerintahan. Menurut teori organik, kontingensi dapat berubah dalam tugas, misalnya pemerintah terlibat dalam teknologi tinggi yang lebih kompleks, atau dalam melakukan perbaikan masalah-masalah sosial. Sedangkan kontingensi yang baru mengacu pada teori birokrasi, bahwa peningkatan fungsi spesialisasi dan formalisasi dalam pemerintahan mengarah pada desentralisasi yang tidak lebih kompleks dari pada birokrasi. (Catatan: asumsi dari teori organisasi bahwa birokratisasi sama dengan desentralisasi). Namun ini adalah kebalikan dengan yang para penulis manajemen katakan bahwa birokrasi merupakan bentuk terkait dari sentralisasi organisasi. Terdapat beberapa kelompok ilmiah yang bekerja di antara asumsi di atas:
1.    Teoritikus Jaringan
Castells (1997) mengatakan bahwa untuk mendukung visi dunia baru, pemerintah wajib memberikan tekanan-tekanan baru dengan melepaskan peran sentral mereka.
Negara berongga (the Hollow State) ditandai oleh banyaknya pelaksanaan politik dilakukan oleh pelaku otonom, kompleksitas dalam pengambilan keputusan. Selain itu, kebijakan tidak dapat dikontrol oleh pusat dan pengambilan keputusan melibatkan lebih banyak aktor dan menjadi lebih kompleks (Klijn, 2002: 151).
2.    Aliran Utama Administrasi Publik Tradisional
Pollitt, Birchal, dan Putman meneliti teori dan praktik manajemen desentralisasi dengan 16 sampel, mulai dari rumah sakit, sekolah, hingga departemen sosial/ asosiasi pada 1998. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa desentralisasi substansial telah terjadi meski di luar bayangan para pembuat kebijakan hingga disertai langkah-langkah signifikan sentralisasi dengan adanya pergeseran pemerintah lokal yang mengawasi pemerintah pusat. Sehingga peningkatan kinerja dan produktivitas dituntut oleh pemerintah pusat disertai dengan adanya transparansi.
Terdapat tiga kunci dalam teori pilihan publik, yakni:
         Kompetisi akan melahirkan kinerja yang lebih baik.
         Menginformasikan kinerja kepada publik akan dapat meningkatkan kinerja.
         Maka akan bergeser dari organisasi yang lebih besar ke organisasi yang lebih kecil karena organisasi yang berukuran besar dapat menurunkan tingkat efisiensi dan respons terhadap pelanggan menjadi berkurang.
Talbot (2004) melihat adanya disagregasi (perpecahan) struktural yang disertai dengan kebebasan dalam mengelola keuangan dan aparaturnya dalam bekerja. Hal ini seharusnya menjadi lebih efisien dan responsif terhadap masyarakat. Selain itu, James (2003) menyimpulkan bahwa efisiensi teknis terbukti secara substansial dengan adanya masalah eksternalitas, terfokus pada tujuan organisasi sendiri, dan pada akhirnya mengabaikan efek sistem pemerintahan secara keseluruhan.
Laegreid (2003: 27) menyatakan bahwa strategi utama dalam reformasi di Norwegia adalah mencegah adanya privatisasi dengan berkonsentrasi pada pengalihan struktur ke dalam sektor publik.
Kettl (2000) menggambarkan perkembangan di pemerintahan Amerika dan mengindikasikan peralihan sebagai salah satu dari dua dimensi dari transformasi terakhir. Pekerjaan pemerintahan federal dilakukan melalui kemitraan dengan negara, pemerintah daerah, asosiasi sukarela, dan perusahaan swasta (lihat juga Peterson 2000).
3.    Informatika
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memiliki dampak yang signifikan terhadap isu sentralisasi/ desentralisasi. TIK dijadikan sebagai alat penyelenggaraan desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi dalam pemerintahan yang lebih baik, selain itu TIK dapat mengefisiensikan waktu dan biaya administratif. Namun, TIK memiliki kekurangan dan berdampak negatif apabila para pembuat kebijakan atau birokrat tingkat bawah tidak mampu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang ada.
       Singkatnya, penggunaan TIK modern baik dalam sentralisasi maupun desentralisasi harus disertai dengan pertanggungjawaban, serta warga negara dan perwakilan yang terpilih (anggota DPR) harus diberi kesempatan untuk memeriksa dan mengkritisi sistem ini sebelum point of no return.
4.    Teori Kelembagaan Baru
Pandangan ini menganggap bahwa efisiensi akan dicapai apabila terjadi restrukturisasi  organisasi, dengan demikian, reformasi dapat dilihat sebagai hal untuk menjaga atau meningkatkan legitimasi (dan karier para reformator/ mempertahankan kekuasaan) terhadap sesuatu untuk meningkatkan efisiensi dan respons. Selain itu, perlu adanya tindakan nyata daripada hanya sekedar kata atau tulisan.
5.    Studi Federalis
Studi federalis telah lama dihormati Amerika, Belgia, Jerman, dan Australia. Dalam hal ini tidak mungkin dilakukan keadilan karena sangat selektif dalam menghasilkan wawasan yang berguna. Studi federalis sering menunjukkan hubungan yang intim dan kompleks antara desentralisasi politik dengan administratif. Kedua hal tersebut dapat bergerak secara bersama-sama atau mungkin tidak. Studi federal kadang-kadang mengkonfirmasi adanya kesenjangan besar antara retorika dan kenyataan. Misalnya penilaian kebijakan Presiden Reagan awal 1980-an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar