Mentransfer teori kontingensi ke dalam sektor publik kontemporer, harus ada
perubahan dalam desentralisasi dengan meningkatkan atau mempertahankan kinerja pemerintahan.
Menurut teori organik, kontingensi dapat berubah dalam tugas, misalnya
pemerintah terlibat dalam teknologi tinggi yang lebih kompleks, atau dalam
melakukan perbaikan masalah-masalah sosial. Sedangkan kontingensi yang baru
mengacu pada teori birokrasi, bahwa peningkatan fungsi spesialisasi dan
formalisasi dalam pemerintahan mengarah pada desentralisasi yang tidak lebih
kompleks dari pada birokrasi. (Catatan: asumsi dari teori organisasi bahwa
birokratisasi sama dengan desentralisasi). Namun ini adalah kebalikan dengan
yang para penulis manajemen katakan bahwa birokrasi merupakan bentuk terkait
dari sentralisasi organisasi. Terdapat beberapa kelompok ilmiah yang bekerja di
antara asumsi di atas:
1. Teoritikus Jaringan
Castells (1997) mengatakan bahwa untuk mendukung visi dunia baru,
pemerintah wajib memberikan tekanan-tekanan baru dengan melepaskan peran
sentral mereka.
Negara berongga (the Hollow State) ditandai oleh banyaknya
pelaksanaan politik dilakukan oleh pelaku otonom, kompleksitas dalam
pengambilan keputusan. Selain itu, kebijakan tidak dapat dikontrol oleh pusat
dan pengambilan keputusan melibatkan lebih banyak aktor dan menjadi lebih
kompleks (Klijn, 2002: 151).
2. Aliran Utama Administrasi Publik Tradisional
Pollitt, Birchal, dan Putman meneliti teori dan praktik manajemen
desentralisasi dengan 16 sampel, mulai dari rumah sakit, sekolah, hingga
departemen sosial/ asosiasi pada 1998. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa desentralisasi substansial telah terjadi meski di luar bayangan para
pembuat kebijakan hingga disertai langkah-langkah signifikan sentralisasi
dengan adanya pergeseran pemerintah lokal yang mengawasi pemerintah pusat.
Sehingga peningkatan kinerja dan produktivitas dituntut oleh pemerintah pusat
disertai dengan adanya transparansi.
Terdapat tiga kunci dalam teori pilihan publik, yakni:
Kompetisi akan melahirkan
kinerja yang lebih baik.
Menginformasikan kinerja
kepada publik akan dapat meningkatkan kinerja.
Maka akan bergeser dari organisasi
yang lebih besar ke organisasi yang lebih kecil karena organisasi yang
berukuran besar dapat menurunkan tingkat efisiensi dan respons terhadap
pelanggan menjadi berkurang.
Talbot (2004) melihat adanya disagregasi (perpecahan) struktural yang disertai
dengan kebebasan dalam mengelola keuangan dan aparaturnya dalam bekerja. Hal
ini seharusnya menjadi lebih efisien dan responsif terhadap masyarakat. Selain
itu, James (2003) menyimpulkan bahwa efisiensi teknis terbukti secara
substansial dengan adanya masalah eksternalitas, terfokus pada tujuan
organisasi sendiri, dan pada akhirnya mengabaikan efek sistem pemerintahan
secara keseluruhan.
Laegreid (2003: 27) menyatakan bahwa strategi utama dalam reformasi di
Norwegia adalah mencegah adanya privatisasi dengan berkonsentrasi pada
pengalihan struktur ke dalam sektor publik.
Kettl (2000) menggambarkan perkembangan di pemerintahan Amerika dan
mengindikasikan peralihan sebagai salah satu dari dua dimensi dari transformasi
terakhir. Pekerjaan pemerintahan federal dilakukan melalui kemitraan dengan
negara, pemerintah daerah, asosiasi sukarela, dan perusahaan swasta (lihat juga
Peterson 2000).
3. Informatika
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memiliki dampak yang signifikan
terhadap isu sentralisasi/ desentralisasi. TIK dijadikan sebagai alat
penyelenggaraan desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi dalam pemerintahan
yang lebih baik, selain itu TIK dapat mengefisiensikan waktu dan biaya
administratif. Namun, TIK memiliki kekurangan dan berdampak negatif apabila
para pembuat kebijakan atau birokrat tingkat bawah tidak mampu menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi yang ada.
Singkatnya, penggunaan TIK modern baik
dalam sentralisasi maupun desentralisasi harus disertai dengan
pertanggungjawaban, serta warga negara dan perwakilan yang terpilih (anggota
DPR) harus diberi kesempatan untuk memeriksa dan mengkritisi sistem ini sebelum
point of no return.
4. Teori Kelembagaan Baru
Pandangan ini menganggap bahwa efisiensi akan dicapai apabila terjadi
restrukturisasi organisasi, dengan demikian, reformasi dapat dilihat
sebagai hal untuk menjaga atau meningkatkan legitimasi (dan karier para
reformator/ mempertahankan kekuasaan) terhadap sesuatu untuk meningkatkan
efisiensi dan respons. Selain itu, perlu adanya tindakan nyata daripada hanya
sekedar kata atau tulisan.
5. Studi Federalis
Studi federalis telah lama dihormati Amerika, Belgia, Jerman, dan
Australia. Dalam hal ini tidak mungkin dilakukan keadilan karena sangat
selektif dalam menghasilkan wawasan yang berguna. Studi federalis sering
menunjukkan hubungan yang intim dan kompleks antara desentralisasi politik
dengan administratif. Kedua hal tersebut dapat bergerak secara bersama-sama
atau mungkin tidak. Studi federal kadang-kadang mengkonfirmasi adanya
kesenjangan besar antara retorika dan kenyataan. Misalnya penilaian kebijakan
Presiden Reagan awal 1980-an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar